Bantengmetro.com,Labuhanbatu-Adanya perhatian pemerintah pusat ke daerah dengan program-program unggulan dan pro rakyat melalui kementrian terkait, seringkali tidak efektif dan efesien, karena lemahnya pengawasan, Jumat (20/12/2024).
Kadang kala menjadi satu kebijakan yang justru mengakibatkan penyelewengan demi penyelewengan yang dilakukan pihak-pihak tidak bertanggungjawab dan menjadikannya seperti raja kecil dan berkuasa.
Salah satunya, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan, membuat suatu kebijakan yang bertujuan untuk memacu produksi dan produktivitas kelapa sawit rakyat, dengan penggantian tanaman tidak produktif melalui Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
Melalui program PSR, pemerintah hadir untuk membantu pekebun rakyat, dalam melakukan pembaharuan atau replanting atau tumbang tanam pokok kelapa sawit lebih berkualitas, memperhatikan dan mengelola lahan secara profesional, dengan bibit berkualitas disertai perawatan maksimal.
Selain itu, tujuan utama program ditjen perkebunan PSR adalah untuk mengurangi risiko pembukaan lahan ilegal, lahan baru, dan Perubahan Penggunaan Lahan dan Kehutanan. Konsekuensi yang diharapkan, produktivitas lahan milik pekebun rakyat bisa meningkat.
Dengan memperhatikan prinsip-prinsip pelaksanaan PSR harus memenuhi empat unsur, yakni: Legal, Produktivitas, Sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), dan Prinsip Sustainabilitas.
Unsur "LEGAL", pekebun rakyat yang berpartisipasi dalam program ini harus mengikuti aspek legalitas tanah.
Unsur "PRODUKTIVITAS", untuk meningkatkan standar produktivitas hingga 10 ton tandan buah segar/ha/tahun dengan kepadatan tanaman <80 pohon/ha.
Unsur "SERTIFIKASI ISPO", untuk memastikan prinsip keberlanjutan, yakni peserta program ini difasilitasi untuk mendapatkan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) pada panen pertama.
Prinsip terakhir, unsur "SUSTAINABILITASI", program dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip keberlanjutan yang meliputi tanah, konservasi, lingkungan, dan lembaga.
BPDPKS sebelum berubah menjadi BPDP sawit ditugaskan untuk menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana sawit untuk meningkatkan kinerja sektor sawit Indonesia.
Penyalurannya didasarkan pada Perpres No. 61/2015 jo. Perpres No.66/2018 yang di antaranya adalah untuk peremajaan perkebunan kelapa sawit.
Dari pemahaman itu, dalam implementasinya di lapangan sudah seharusnya tidak mengabaikan salah satu dari unsur tersebut.
Namun fakta dilapangan, masih ada saja oknum-oknum yang bermain, menyalahi, melanggar regulasi yang telah dibuat pemerintah dan mengabaikan ketentuan yang berlaku.
Koperasi Ika Sapa Tani yang berada di Desa Sei penggantungan, Kecamatan Panai Hilir, Kabupaten Labuhanbatu, salah satu koperasi tani yang memanfaatkan program PSR ditjen perkebunan, menurut sumber mendapatkan dana pengelolaan sebesar Rp. 4,290 M.
Namun disayangkan, dana pengelolaan sebesar itu dikelola oleh oknum-oknum yang tidak kredibel dan terkesan asal-asalan saja, dan diduga terindikasi korupsi.
Diduga kuat telah terjadi manipulasi data lahan, adanya pembukaan lahan-lahan baru yang bukan merupakan kebun kelapa sawit sebelumnya, pengalihan fungsi, dan bahkan setengah hutan.
Sistem administrasi yang tidak akuntabel, sehingga membuat beberapa pengurusnya, seperti Bendahara dan Ketua pengawas Koperasi Ika Sapa Tani harus mengambil tindakan mengundurkan diri.
Baharuddin Hasibuan, selaku ketua Koperasi Ika Sapa Tani memilih bungkam tanpa bersedia memberikan klarifikasi atau penjelasan sedikitpun, terkait beberapa kejanggalan dalam pengelolaan lahan PSR yang dilakukannya.
Dinas Pertanian Labuhanbatu yang berperan sebagai pengawas dalam pengelolaan PSR, harus mengambil sikap tegas, agar tiap proses pengelolaan PSR berjalan sesuai koridor (JB).
0 Komentar